Friday, May 2, 2014

Etika Profesionalisme dan Standar Perilaku Profesional sebagai Ahli Forensika Digital

Pihak yang berhak untuk mengakses keterangan (bukan mengakses barang bukti), antara lain adalah Hakim, Jaksa Penuntut, Supervisor (dalam hal ini penyidik), serta Pihak Kepolisian yang mempunyai pangkat lebih tinggi dari penyidik. Pihak yang berhak berhak untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti atau yang qualified sebagai ahi forensic adalah orang/pihak yang berkompeten secara akademik formal (akademik atau berijazah) atau orang/pihak memiliki kompetensi yang seperti lisensi atau sertifikasi international sebagai Digital Forensic Analyst: Computer Hacking Forensic Investigator (CHFI). Selain itu, juga diperbolehkan (jika kedua pilihan sebelumnya tidak bisa dipenuhi), orang/pihak yang sudah berpengalaman lebih dari dua tahun di bidang computer forensic/digital forensic.

Standar perilaku profesional yang harus dimiliki oleh seorang ahli forensik digital dengan sistem penyidikan dan pengadilan seperti di Indonesia harus mengacu pada standar yang bersifat internasional, karena digital forensics berasal dari dunia internasional. Beberapa hal yang harus dipatuhi menurut Association of Chief Police (ACPO), antara lain:
  1. No action by law enforcement agencies or their agents should change data held on a computer or storage media which may subsequently be relied upon in court;
  2. In circumstances where a person finds it necessary to access original data held on a computer or an storage media, that person must be competent to do so and be able to give evidence explaining the relevance and the implications of their actions;
  3. An audit trail or the record of all processes applied to computer-based electronic evidence should be created and preserved. An independent third party should be able to examine those processes and achieve the same result;
  4. The person in charge of the investigation (the case officer) has overall responsibility for ensuring that the law and these principles are adhered to.

Peran asosiasi atau perhimpunan profesi bagi digital forensik di Indonesia sangat dibutuhkan dalam hal membantu menegakkan regulasi dan eksistensi profesi. Hal ini dikarenakan cybercrime dan digital forensik di Indonesia masih berumur sangat muda, sehingga masih rentan celah, keambiguan, serta acuan yang pasti dalam melakukan suatu tindakan digital forensik. Dengan adanya asosiasi/perhimpunan profesi digital forensik maka diharapkan agar dapat menjadi tuntunan dalam membuat SOP, serta menjaga kredibilitas/etika ahli forensik digital.

No comments:

Post a Comment