Kejahatan di dunia maya memiliki barang bukti yang bersifat elektronis dan membutuhkan metode pengelolaan khusus yang standar, sehingga dapat dijadikan sebagai barang bukti dalam persidangan. Barang bukti sangat penting akan keberadaannya karena berguna untuk mengarahkan pada proses bagaimana, siapa, dan di mana pelaku melakukannya. Tidak hanya hal teknis, akan tetapi barang bukti dapat mempengaruhi hasil di pengadilan.
Keberadaan barang bukti sangat penting dalam investigasi banyak kasus kejahatan komputer atau computer-related crime. Dengan bantuan barang bukti, penyidik dan forensic analyst bisa mengungkap kasus-kasus tersebut dengan kronologis yang lengkap, untuk kemudian melacak keberadaan pelaku.
Sebelum era digitalisasi, saat melalukan penyidikan terhadap tindak kejahatan, atau menunjukkan bukti dalam persidangan atau pengadilan, barang bukti yang biasanya tidak bisa disangkal adalah surat, catatan pada selembar kertas, atau dokumen-dokumen yang berbasis menggunakan bahan kertas. Sekarang, barang bukti berkembang menjadi barang bukti digital seperti e-mail, electronic document, spreadsheet, database, dan format-format digital lainnya, yang menjadi bukti penting dalam kejahatan.
Barang bukti digital bisa didefinisikan sebagai semua informasi digital yang bisa digunakan sebagai barang bukti dalam sebuah kasus. Informasi digital sendiri adalah segala informasi yang berbentuk digital dan bisa dibagi berdasarkan kontennya (dokumen teks, gambar atau foto, database, dan lain-lain), dan informasi dari konten itu sendiri (metadata).
Bukti digital tidak dapat langsung dijadikan barang bukti pada proses peradilan, karena menurut sifat alamiahnya bukti digital sangat tidak konsisten. Untuk menjamin bahwa bukti digital dapat dijadikan barang bukti dalam proses peradilan maka diperlukan sebuah standar data digital yang dapat dijadikan barang bukti dan metode standar dalam pemrosesan barang bukti sehingga bukti digital dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan.
Bukti forensik adalah alat investigasi yang paling penting yang tersedia di dalam persidangan yang dapat membantu mengidentifikasi yang bersalah dan membebaskan yang tidak bersalah. Data hasil forensik harus disajikan dalam bentuk yang dapat diterima sebagai barang bukti dalam proses persidangan. Tantangannya adalah untuk menyajikan data barang bukti forensik dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh hakim, juri, anggota persidangan, dan masyarakat umum.
Keterangan Ahli
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), mengenai jenis-jenis alat bukti yang sah dan boleh dipergunakan untuk membuktikan dalam persidangan, adalah:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Pemakaian istilah saksi ahli sebenarnya kurang tepat, sebab kata “saksi” mengandung pengertian yang berbeda dengan ahli atau keterangan ahli. Pengertian saksi dapat kita lihat pada KUHAP yaitu saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tenyang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Sementara itu ahli keterangan memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau di bidang keahlian yang ada hubungannya dengan suatu perkara. Apa yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan atau fakta. Akan tetapi, yang diterangkan ahli adalah suatu penilaian dari kenyataan dan atau kesimpulan atas penghargaan itu berdasarkan keahlian seorang ahli.
Ahli Forensik Digital sebagai Ahli Keterangan
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 180 Ayat 1: “Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.”.
Di dalam proses pengadilan, keterangan ahli mempunyai peran untuk membantu Hakim dalam menemukan suatu kebenaran, untuk memperjelas permasalahan yang timbul. Keterangan ahli memiliki sifat pembuktian yang bebas artinya jika bergantung terhadap Hakim yang apabila menganggap keterangan yang ahli berikan di persidangan adalah suatu keterangan yang benar maka Hakim dapat menggunakannya sebagai pertimbangannya dalam memutus suatu perkara pidana, dan dapat mengabaikannya jika menurut Hakim keterangan yang diberikan ahli bukanlah suatu fakta yang benar.
Ahli Forensik Digital adalah salah satu ahli yang sering diminta dalam kasus yang terkait dengan data digital. Tidak bisa dipungkiri, semakin banyak Ahli Forensik Digital yang handal dalam menyidik suatu perkara. Akan tetapi, permasalahan yang masih dijumpai adalah meskipun orang tersebut ahli dalam bidangnya, cara penyampaian/presentasi tentang temuan yang didapatkan terkadang menjadi kendala di dalam persidangan, yang pada umumnya tidak banyak orang mengerti tentang hal-hal yang berbau teknis.
Tidak perlu kita tutupi bahwa kebanyakan profesi yang berada di luar bidang Informasi Teknologi dan terkait, tidak begitu paham dengan istilah-istilah yang sangat teknis. Seorang Ahli Forensik Digital harus mengingat, bahwa laporan dari temuan yang disampaikan ke dalam sebuah persidangan harus dalam bahasa baku yang mudah dimengerti oleh orang yang tidak begitu mengerti dengan konsep Informasi Teknologi dan Elektronika (ITE).
Ada beberapa cara yang bisa digunakan oleh seorang Ahli untuk menjelaskan atau memberikan laporan temuannya di dalam sebuah pengadilan. Penggunaan gambar, grafik, atau animasi sudah semakin sering digunakan. Secara konsep, ini mampu membantu untuk memberikan penjelasan terhadap pernyataan/laporan dari seorang Ahli bagi orang-orang awam.
Kemampuan yang andal dari seorang ahli dalam memberikan keterangan akan berguna bagi penyelidikan selanjutnya atau kesuksesan sebuah persidangan. Komunikasi dan cara penyampaian yang bisa dimengerti oleh hakim, juri, pengacara, dan lainnya menjadi hal yang penting dalam persidangan. Perlu diperhatikan, bahwa orang-orang persidangan tidak membutuhkan tentang bagaimana hebat/cepatnya barang bukti bisa ditemukan, melainkan isi dari barang bukti tersebut.
Cara penyampaian dan bahasa yang digunakan oleh seorang ahli forensik digital haruslah efektif dan bisa dengan mudah dipahami oleh orang yang tidak mempunyai latar belakang ITE. Ahli forensik digital tidak hanya mempunyai kemampuan yang sangat kompeten dalam melakukan capturing, preservation dan menganalisa barang bukti digital, tetapi juga harus bisa menyampaikan/mempresentasikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami atau berkomunikasi dengan jelas dan efektif sehingga bisa dengan mudah dipahami oleh orang yang tidak mempunyai latar belakang ITE. Selain itu, seorang ahli forensika digital juga tidak seharusnya bercerita tentang kehebatan/kecepatan dalam menemukan barang bukti sehingga bisa mengacaukan kasus yang sedang berjalan.
REFERENSI
Casey, Eoghan. 2004. Digital Evidence and Computer Crime: Forensic Science, Computers, and the Internet, Second Edition, Academic Press
Jack Wiles, Anthony Reyes, Jesse Varsalone. 2007. The Best Damn Cybercrime and Digital Forensics Book.Syngress Publishing,Inc. United States Of America.
Losavio, M., Adams. J., & Rogers, M.(2006). Gap Analysis: Judicial Experience and Perception of Electronic Evidence. Journal of Digital Forensic Practice. Vol 1:1317.
Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.TataCara&id=12, diakses pada tanggal 02 April 2014 pukul 13.50 WIB
Nelson, Bill. 2004. Guide to Computer Forensics and Investigations. Boston, MA: Thomson Course Technology.
Sherman, Shayne. 2006. A digital forensic practitioner's guide to giving evidence in a court of law, Edith Cowan University Research Online
Siadari, Ray Pratama, http://raypratama.blogspot.com/2012/02/jenis-jenis-alat-bukti-menurut-kuhap.html, diakses pada tanggal 02 April 2014 pukul 13.50 WIB
Sommer, Peter. 2012. Digital Evidence, Digital Investigations and E-Disclosure: A Guide to Forensic Readiness for Organisations, Security Advisers and Lawyers, Third Edition.
Umboh, Prisco Jeheskiel. 2013. Fungsi Dan Manfaat Saksi Ahli Memberikan Keterangan Dalam Proses Perkara Pidana. Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Wahid, A. & Labib, M. 2005. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: PT. Refika Aditama.